Kemdikbud Perketat Sistem Sertifikasi Guru dan Dosen

 

JAKARTA - Upaya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) meningkatkan kualitas guru dan dosen melalui sertifikasi, mendapat tanggapan miring. Diantara penyebabnya, sebagian guru dan dosen yang lolos program tersebut belum menunjukkan peningkatan kualitas signifikan. Sistem seleksi sertifikasi baru diterapkan mulai tahun depan.

Kementerian yang baru saja berubah nama dari Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) itu tidak ingin kualitas tenaga pendidik jebolan sertifikasi terus-terusan memble. Dalam rapat kerja (raker) bersama Komisi X DPR kemarin (24/10), Mendikbud Muhammad Nuh mengatakan bakal memperketat sistem sertifikasi guru dan dosen. Dia tidak ingin anggaran sertifikasi guru dan dosen sebesar Rp 64 triliun menguap begitu saja tanpa dibarengi peningkatan kualtias profesionalisme guru dan dosen.

"Semua anggaran itu (RP 64 triliun) dialokasikan untuk peningkatan kompetensi serta profesionalisme guru dan dosen. Maka perlu kebijakan peningkatan hasil sertifikasi," papar mantan rektor ITS tersebut.

Dia lantas menyebutkan, tahun depan bakal dilaksanakan satu tahap saringan lagi guna memperketat proses sertifikasi. Satu tahapan baru tadi adalah, para guru dan dosen wajib mengikuti seleksi akademik dulu sebelum mengikuti seleksi portofolio atau pendidikan dan latihan profesi guru (PLPG). Bentuk teknis ujian akademik ini masih terus digodok.

Namun, papar Nuh, ujian ini murni untuk mengetahui kemampuan akademik guru yang bersangkutan. Jika dalam seleksi awal ini seorang guru atau dosen gagal seleksi akademik, maka dia tidak bisa mendaftar atau mengikuti tahap seleksi portofolio atau PLPG.

Namun, yang bersangkutan masih memiliki kesempatan untuk mengikuti seleksi akademin pada periode sertifikasi guru selanjutnya. "Dengan cara ini, guru-guru yang berhak mendapatkan tunjangan profesi dalah guru yang benar-benar mumpuni. Termasuk memiliki kompetensi akademik yang memadai," lanjut Nuh.

Paparan dari Nuh ini mendapatkan sambutan positif dari anggota dewan. Menurut sejumlah anggota Komisi X, pelaksanaan sertifikasi guru dan dosen kental aroma tipu-tipu dengan memanipulasi berbagai persyaratan. Dengan kondisi ini, tujuan utama sertifikasi untuk peningkatan kualitas guru dan dosen sulit tercapai.

Anggota Komisi X dari Fraksi PPP Reni Marlinawati menuturkan, contoh bentuk-bentuk kecurangan dalam pelaksanaan sertifikasi guru. Diantaranya muncul laporan para guru mengakali ketentuan mengajar sebanyak 24 jam dalam sepekan. "Dalam praktenya yang mengajar itu guru honorer. Tapi laporannya dia (PNS pengusul sertifikasi, red) yang mengajar," papar Reni.

Komisi X berpesan kepada Kemendikbud dan jajarannya hingga ke pemerintah kota dan kabupaten untuk benar-benar mengawasi program sertifikasi guru dan dosen dengan seksama. Apalagi, anggaran untuk program ini sangat besar. Selain mengandalkan upaya pengawasan dari pemerintah pusat hingga daerah, Komisi X berpesan supaya muncul niat dan iktikad baik dari para guru dan dosen calon peserta sertifikasi.

Pada kesempatan sebelumnya, Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia dan Penjaminan Mutu Pendidikan (BPSDM-PMP) Kemendikbud Syawal Gultom menuturkan bakal mempertahankan kuota sertifikasi guru tahun 2012 sebesar 300 ribu orang. Tapi, upaya mempertahankan kuota ini bakal bertentangan dengan usulan DPR yang meminta jatah sertifikasi guru 2012 hanya 250 orang. Pembahasan kuota definitf sendiri masih belum rampung.

Perkembangan terbaru untuk pelaksanaan sertifikasi guru periode 2012 masih up date dan verifikasi kelayakan guru yang dilakukan oleh pemerintah daerah lalu disetor ke Kemendikbud. Di antara kelayakan administrasi yang paten adalah, calon pendaftar sertifikasi guru wajib bertitel sarjana. Syarat kelayakan selanjutnya adalah, bagi guru non PNS, harus memiliki nomor unik pendidik dan tenaga kependidikan (NUPTK). (wan) ( JPNN.com :Selasa, 25 Oktober 2011 )