RENUNGAN GURU

Salam Profesional teman.teman yang berbahagia!
    Akhir-akhir ini guru telah menjadi sorotan publik dari yang setingkat petani sampai menteri. Bagaimana tidak? Semenjak dicanangkannya guru harus bersertifikasi mengajar yang kemudian disebut Guru Profesional, tambahan materi satu kali gaji pokok setiap bulan sudah di depan hidung. Tak lama kemudian para guru senior banyak yang lolos sensor sertifikasi sehingga mulai tahun 2009 telah menerima tambahan gaji yang menggiurkan manusia. Dimulai babak baru dunia per'guruan' di Indonesia yang dahulu penuh duka berjuang mencerdaskan bangsa sambil bekerja apa saja sepulang dari sekolah demi tercukupinya kebutuhan rumah tangga. Mengingat saat itu, gaji guru tidak seberapa. Untuk hidup sekeluarga tidak sampai satu bulan gaji sudah habis. Dengan terpaksa ada yang menjadi tukang ojek, beternak kambing, beternak sapi, menjadi tukang parkir, dan pekerjaan sampingan lainnya.
    Sekarang dunia sudah berbalik memihak pada si Oemar Bakrie yang dahulu selalu digambarkan bersepeda kumbang. Sejak mendapat tunjangan sertifikasi sebagai penghargaan atas predikat Guru Profesional, si Oemar Bakrie sudah banyak yang beli mercy. Yah paling tidak beli sepeda motor maticlah yang lagi ngetren sekarang ini. Sepeda kumbang sudah dimusiumkan. Sesekali saja dipakai buat olah raga kalau hari libur. Dan para petani, para pegawai negeri di departemen lain, para pengangguran, semua memandhang penuh iri. Enak bener guru ya, kerja cuma beberapa jam dikasih gaji gedhe?
    Para petani, para pegawai negeri di departemen lain,dan para pengangguran pun terpesona oleh perubahan gaji guru yang sekarang plus gaji sertifikasi. Yang punya anak dan saudara masih duduk di sekolah menengah atas segera saja digiring untuk menjadi guru. Alhasil PT-PT yang membuka program keguruan pun panen calon mahasiswa. Konon calon mahasiswa yang ingin masuk ke jurusan keguruan lebih banyak dibanding yang ingin masuk ke jurusan kedokteran yang sempat menjadi favorit pada dekade yang lalu. Sampai-sampai ada PT yang membuka jurusan yang dulu jarang peminatnya, sampai beberapa kelas karena saking banyaknya yang berminat. Coba dulu saja yang berminat masuk jurusan bahasa jawa ada yang gak genap 10 mahasiswa untuk satu angkatan. Ajaib!
    Dunia guru tak lagi merana. Stok cagur ( calon guru ) melimpah ruah, cukup untuk beberapa tahun. Dan karena sertifikasi guru juga bisa diikuti oleh guru swasta, maka calon guru pun menjadi guru sekolah-sekolah swasta. Sebagian lolos sertifikasi sehingga bisa merasakan gaji sebagai Guru Profesional. Waktu terus berjalan. Guru yang sudah sertikifikasi semakin nyaman dengan keadaan ekonominya,sedangkan guru-guru yang belum sertifikasi harus puas gigit jari. Menunggu episode berikutnya untuk ikut sertifikasi yang nampaknya semakin tahun akan semakin sulit ketentuannya.
    Semula guru yang ikut sertifikasi cukup mengumpulkan portofolio yang konon khabarnya sampai menghabiskan uang ratusan ribu untuk biaya foto copy, kesana kemari mencari berkas-berkas, bayar sertifikat workshop, bayar piagam-piagam, dan sederetan kesibukan lainnya. Periode berikutnya guru harus yang terjaring sertifikasi harus ikut Pendidikan dan Latihan Profesi Guru(PLPG) yang diadakan selama 10 hari di PT-PT yang ditentukan sebagai rayon penyelenggara PLPG.
     Rasa-rasanya, semakin dekat saja waktu dimana semua guru bisa tersertifikasi sebagai Guru Profesional dengan gaji plus. Dan agaknya, beberapa pemegang kebijakan berpikir bahwa kehidupan guru akan terlalu enak jika cuma begini-begini saja. Padahal gaji sudah berlipat.Akhirnya muncul peraturan-peraturan yang ditujukan untuk dunia guru seperti jam mengajar guru bukanlah jam kerja, jam kerja guru adalah 37,5 jam tiap minggu seperti pegawai negeri yang lain ( Peraturan Pemerintah (PP) No 53/tahun 2010 tentang Disiplin PNS ) dengan jumlah jam mengajar minimal 24 jam/minggu. ternyata dalam penerapan PP ini pun antar daerah ada beda persepsi. Ada yang mewajibkan guru melaksanakan tugasnya 37,5 jam/minggu dengan kewajiban mengajar 24/jam/minggu. Jadi selain memenuhi jam mengajar juga harus memenhi jam bekerja. Sehingga ada sekolah yang walaupun muridnya sudah pulang tetapi para gurunya tidak berani pulang karena harus memenuhi 37,5 jam bekerja tiap minggu.
    Beruntunglah yang menjadi guru di kota yang pengertian terhadap guru sehingga ada sedikit tambahan penghasilan berupa uang lauk pauk atas 37,5 jam bekerjanya. Bagaimana dengan yang di daerah yang minus? Sudah sekolahnya jauh, jalanya gak karu-karuan, sarana prasarana sekolah masih alakadarnya? Bisakah mereka kerasan di sekolah semacam ini? Apalagi tanpa ada tambahan pengertian berupa ongkos bensinlah dari pemegang tampuk kepemimpinan di daerah!
    Akhir-akhir ini muncul lagi ide kreatif untuk menambah jam mengajar guru yang semula 24 jam/minggu akan ditingkatkan menjadi 27,5 jam/minggu. Wacana ini sudah mendapat anggukan kepala dari pemegang tampuk pimpinan tertinggi. Rencananya akan diterapkan nanti tahun 2013.Reaksi keras memrotes rencana inipun bermunculah dari beberapa organisasi guru seperti PGRi,FSGI dan lain-lainnya. Bagaimana tidak protes, lha untuk bisa mengajar 24 jam/mingggu saja sulitnya minta ampun. Ada yang membengkakan jam pelajaran bidang studi. Yang punya lokal kelas banyak, jumlah kelas diperbayak walaupun satu kelas cuma diisi 20-25 siswa saja. Sekolah swasta menolak guru dari negeri yang ingin menambah jam mengajar karena guru swasta sendiri butuh memenuhi jam mengajarnya agar uang tunjangan sertifikasi tidak hangus. Kepala sekolah pusiang. Kurikulum tambah pusing. Guru-guru? Yang sudah terima tunjangan sertifikasi ya tenang-tenang saja toh di rekening uang sudah ngumpul lumayan. Yang belum terima sertifikasi cuma bisa pasrah menunggu takdir sambil mencoba memenuhi jam mengajar yang disyaratkan. Yang PNS guru baru? Harus merelakan jam mengajarnya dikurangi untuk ditambahkan pada guru yang sudah sertifikasi tapi jam mengajarnya belum memenuhi target.
    Beginilah potret guru masa kini. Guru bangsa yang dulu letih tanpa gizi, sekarang hidup makmur dalam kondisi ditekan sana-sini.

Penggagas Forum ini